Aku jatuh cinta kepada senja, sejak hari pertama
matahari melukisnya di langit. Senja senantiasa
menghiasi langit petang-ku dengan warna-warni
ceria semeriah lembayung, atau gumpalan awan
yang menggambarkanbentuk-bentuk unik:
terkadang menyerupai Selat Karimata
adakalanya mirip raut wajah-mu yang keibuan
Tetapi aku kini frsutrasi. Senja yang amat kucintai
telah hilang dari peredaran waktu. Ada kudengar
pangreh paraja telah merombaknya jadi Mol
tanpa persetujuan penduduk. Ada yang bilang
polisi lalulintas mengalihkan jalurnya, karena
rombongan presiden akan melintas
isu lain mengatakan, Walikota telah
memberlakukan jam senja bagi warganya
Aku juga jatuh cinta kepada-mu sejak senyuman
pertama, dan aku melihat dari bibir-mu
kupu-kupu beterbangan menghiasi kamarku
sejak itu, kau dan senja, selalu setara di hatiku
Kau telah menggantikan senja yang hilang di kota
ketika kubaca sekelumit kalimat yang menggugat
ditulis seorang pembangkang dari desa terisolasi
kepada walikota terlaknat yang berhati picak
“Masalah terbesar kota-mu Wali, bukan terletak
pada ketiadaan curah hujan, tapi pada cinta yang
tergerus oleh mesin syahwat dan iklan kecantikan
membuat warga-mu selalu hampa dan kemarau!”
Kau menjadi sekelumit kalimat yang menginspirasi
kelahiran puisi-puisiku, yang kutulis di suatu senja
2014-2021
menghiasi langit petang-ku dengan warna-warni
ceria semeriah lembayung, atau gumpalan awan
yang menggambarkanbentuk-bentuk unik:
terkadang menyerupai Selat Karimata
adakalanya mirip raut wajah-mu yang keibuan
telah hilang dari peredaran waktu. Ada kudengar
pangreh paraja telah merombaknya jadi Mol
tanpa persetujuan penduduk. Ada yang bilang
polisi lalulintas mengalihkan jalurnya, karena
rombongan presiden akan melintas
isu lain mengatakan, Walikota telah
memberlakukan jam senja bagi warganya
pertama, dan aku melihat dari bibir-mu
kupu-kupu beterbangan menghiasi kamarku
sejak itu, kau dan senja, selalu setara di hatiku
ketika kubaca sekelumit kalimat yang menggugat
ditulis seorang pembangkang dari desa terisolasi
kepada walikota terlaknat yang berhati picak
pada ketiadaan curah hujan, tapi pada cinta yang
tergerus oleh mesin syahwat dan iklan kecantikan
membuat warga-mu selalu hampa dan kemarau!”
kelahiran puisi-puisiku, yang kutulis di suatu senja
0 Response to "AKU CINTA PADAMU (14)"
Posting Komentar